Search

Pasar "Working Class" Bekasi Tak Pernah Mati

BEKASI, KOMPAS.com - Kendati  pasar properti Indonesia belum pulih seratus persen, namun geliatnya sudah mulai tampak ketika para pengembang mulai melansir produk-produk barunya.

Di Bekasi, geliat itu secara kasat mata nyata terlihat. Calon konsumen mengantre untuk mendapatkan pra komitmen pembelian atau semacam nomor urut pemesanan (NUP) atas Burgundy Residence Tahap 3.

Burgundy Residence Tahap 3 merupakan produk teranyar yang dilansir PT Summarecon Agung Tbk pada Sabtu (24/3/2018). 

Menurut Executive Director PT Summarecon Agung Tbk Albert Luhur dari total 92 unit rumah yang ditawarkan kepada publik, 70 persennya sudah terserap. Padahal, untuk mendapatkan NUP, calon konsumen harus merogoh kocek Rp 5 juta.

Harga NUP sebesar itu tentu bukan masalah bagi calon pembeli dengan motif investasi atau mereka yang sudah memiliki hunian sebelumnya.

Kondisi Stasiun Bekasi yang sempat memberludak karena ada kereta anjlok, Bekasi, Selasa (3/10/2017).KOMPAS.COM/Anggita Muslimah Kondisi Stasiun Bekasi yang sempat memberludak karena ada kereta anjlok, Bekasi, Selasa (3/10/2017).
Namun, bagaimana dengan kalangan pekerja atau working class dengan pendapatan di bawah Rp 15 juta atau Rp 20 juta per bulan?

"Justru mereka yang saat ini punya keinginan paling kuat untuk membelanjakan uangnya. Merekalah yang sangat membutuhkan hunian. Jadi, apa pun akan mereka lakukan untuk bisa mendapatkan hunian," kata Albert menjawab Kompas.com

Working class Bekasi ini, menurut Albert, adalah warga Bekasi yang bekerja di Jakarta dan juga kota-kota penyangga lainnya. Selain, tentu saja, di kawasan-kawasan industri yang tersebar di Bekasi, Cikarang, dan Karawang. 

Dari 70 persen NUP yang terserap itu, sebagian besar dimiliki oleh working class. Dari fakta itu, untuk urusan pembelian properti, working class Bekasi dinilai Albert, tak pernah mati.

"Sejak kami hadir di Bekasi pada 2010, working class ini merupakan pendorong utama target penjualan kami selalu memenuhi ekspektasi," tambah Albert.

Saat itu, harga hunian dipasarkan sekitar Rp 550 juta untuk Klaster Palm dengan tiga tipe 7x17, 8x17, dan 9x17.

Sementara Klaster Maple dimulai dengan tipe lebih besar yakni 8x17 hingga 10x17 yang dibanderol seharga Rp 700 juta. Hanya dalam waktu 5 jam, seluruh 450 unit yang ditawarkan habis terjual.

Proyek kondominium baru ditawarkan kepada calon pembeli di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Pertumbuhan kawasan industri di daerah itu juga mendorong pertumbuhan area hunian baru.KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Proyek kondominium baru ditawarkan kepada calon pembeli di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Pertumbuhan kawasan industri di daerah itu juga mendorong pertumbuhan area hunian baru.
Sekarang, harga rumah-rumah tersebut sudah bertengger di angka Rp 2 miliar. Bahkan, untuk Klaster Lotus mencapai Rp 3 miliar.

"Ketika working class generasi awal ini sudah mapan, mereka kemudian membelikan hunian untuk anak-anaknya atau membantu membiayai pembelian rumah anak-anaknya," ungkap Albert.

Jadi, mudah dimafhumi bila saat ini, Summarecon Agung lebih memfokuskan diri pada segmen pasar yang dapat mengakomodasi harga properti serentang Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar.

Namun demikian, bukan berarti pasar Bekasi hanya seksi untuk dimasuki hunian menengah seperti di atas. Ceruk pasar dengan kelas lebih tinggi pun, porsinya cukup signifikan.

Meski tak menyebut angka, Albert mengatakan, kelas atas Bekasi cukup besar. Summarecon pun percaya diri memulai penjualan klaster hasil kolaborasi dengan Sumitomo Forestry Co Ltd pada semester II-2018.

Klaster baru yang menempati area seluas 44.000 meter persegi ini diprediksi menelan investasi senilai 30 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 406 miliar.

"Kami mematok harga mulai dari Rp 2,8 miliar termurah hingga Rp 4 miliar-Rp 5 miliar termahal," ujar Albert.

Burgundy Residence Summarecon Bekasi, Jawa Barat.Dokumentasi Summarecon Agung Burgundy Residence Summarecon Bekasi, Jawa Barat.
Indikasi lain working class dianggap sebagai pemicu bergairahnya bisnis properti di Bekasi adalah jumlah kunjungan pusat belanja Mal Summarecon Bekasi yang mencapai 100.000 orang per hari kerja dan 150.000 orang per akhir pekan.

Mereka, kata Albert, tak sekadar lihat-lihat atau window shopping, juga membelanjakan uangnya.

"Kami mendapat laporan, peritel-peritel yang membuka gerainya di sini mencatat transaksi tertinggi se-Jadebotabek. Karena itu, Decathlon tertarik membuka gerai keduanya di sini," cetus Albert.

Beberapa peritel lain pun membuka gerai-gerai barunya di Bekasi, seperti CGV Cinemas, Hero Supermarket, Funworld, Miniso, JYSK, MAP Group, Starbucks, Excelso, The Watch Co, Century, dan Books and Beyond.

Mereka akan beroperasi di Lagoon Avenue Listyle Mall yang dikembangkan PT PP Properti Tbk. 

Kontribusi Bekasi terhadap pendapatan pengembang lain pun cukup signifikan. Seperti PT Metropolitan Land Tbk (Metland). 

Suasana lobi Hotel Horison Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/2/2018), jelang kegiatan pengundian nomor urut pasangan calon walikota dan wakil Kota Bekasi, Kompas.com/Setyo Adi Suasana lobi Hotel Horison Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/2/2018), jelang kegiatan pengundian nomor urut pasangan calon walikota dan wakil Kota Bekasi,
Secara year to date (ytd) hingga September 2017, Metland mencatatkan perolehan recurring income sebesar Rp 365 miliar.

Sebagian besar di antaranya berasal dari penyewaan Mal Metropolitan Bekasi, Grand Metropolitan Bekasi, dan Hotel Horison Bekasi. 

Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Olivia Soerojo mengatakan optimismenya, catatan positif akan berlanjut tahun ini.

"Tahun ini oke. Namun pengunjung sempat turun ketika pembangunan infrastruktur dimulai karena mengakibatkan kemacetan," kata Olivia.


Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Dah https://properti.kompas.com/read/2018/03/25/170000921/pasar-working-class-bekasi-tak-pernah-mati

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pasar "Working Class" Bekasi Tak Pernah Mati"

Post a Comment

Powered by Blogger.