Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan, berdasarkan pantauan hingga 20 Juli 2018, kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Namun, komite mewaspadai tekanan pada nilai tukar rupiah dan pasar obligasi pemerintah imbas ekspektasi kenaikan lanjutan bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate dan sentimen dari perang dagang.
Ketua KSSK yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan di bidang moneter, fiskal, finansial terus diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. “KSSK telah melakukan assesment dan mitigasi terhadap berbagai potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata dia dalam Konferensi Pers KSSK di kantornya, Jakarta, Selasa (31/7).
Di bidang moneter, BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Sejauh ini, BI telah menaikkan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate ke level 5,25% dan di sisi lain memperlonggar kebijakan uang muka kredit perumahan. Upaya stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilakukan.
(Baca juga: Jokowi Peringatkan Kabinetnya Serius Atasi Kebutuhan Dolar)
Sementara itu, di bidang fiskal, Kementerian Keuangan terus meningkatkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran. Secara khusus, Kementerian Keuangan akan memaksimalkan private placement untuk meningkatkan pembiayaan di tengah tekanan global.
Adapun Kementerian Keuangan optimistis defisit APBN bisa berada di level 2,12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini, lebih rendah dari ketetapan awal 2,19% terhadap PDB. Hal itu dengan melihat perkembangan positif realisasi APBN sepanjang semester I.
Di bidang pasar modal dan lembaga keuangan, OJK menyebut tekanan eksternal telah mempengaruhi kinerja pasar keuangan domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai dengan kuartal II mengalami pelemahan seiring aksi jual oleh investor asing. Sementara itu, kinerja intermedia sektor jasa keuangan secara umum mengalami moderasi walau masih terjaga.
Namun, OJK menilai risiko yang dihadapi lembaga jasa keuangan masih terkendali. Hal itu tercermin dari rasio kredit seret atau Non Performing Loan (NPL) gross perbankan yang membaik ke level 2,67% per Juni, meskipun rasio pembiayaan seret atau Non Performing Financing (NPF) lembaga pembiayaan tercatat sedikit meningkat menjadi 3,15%.
Kemudian, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tercatat masih kuat yaitu 21,9% per Juni, meski sedikit turun dibandingkan bulan sebelumnya. Risk Based Capital (RBC) perusahaan asuransi umum dan asuransi jiwa juga tinggi yakni masing-masing 333% dan 455%.
Kondisi likuiditas perbankan juga dianggap masih memadai, dengan ekses likuiditas mencapai Rp 539,9 triliun yang terlihat dari alat likuid yang dimiliki perbankan. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan tercatat membaik yakni mencapai 10,75% secara tahunan per Juni lalu, sedangkan penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 108 triliun sepanjang Januari hingga Juni.
(Baca juga: Duit Bank di Instrumen Moneter BI Capai Rp 291 Triliun)
Terakhir, di bidang penjaminan simpanan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan pihaknya terus mengamati tren yang terjadi pada wholesale funding perbankan dan terbuka untuk terus melakukan penyesuaian terhadap tingkat bunga penjaminan sesuai dengan perkembangan tingkat bunga simpanan perbankan dan kondisi stabilitas sistem keuangan.
Adapun sejauh ini, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyatakan kondisi pendanaan perbankan aman. "Tidak ada flight to quality, artinya tidak ada perpindahan atau penarikan dana berlebihan," kata dia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Otoritas Keuangan Waspadai Tekanan pada Kurs Rupiah dan ..."
Post a Comment