Pedagang bawang putih mengeluhkan pasokan yang semakin langka sehingga menyebabkan harga di pasaran masih tinggi. Beberapa pedagang mengaku kesulitan mendapatkan bawang putih untuk dijual dengan alasan ada spekulan yang memainkan harga. Alhasil, mereka pun mengadu kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai kondisi tersebut.
Pedagang Pasar Induk Kramat Jati, Siti Khairul menyatakan sistem kuota impor yang dijalankan pemerintah dikeluhkan pedagang justru membuat pasokan bawang putih di pasar menjadi langka. “Beberapa waktu belakangan, barangnya tidak ada,” kata Siti di Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (10/4).
Anda Belum Menyetujui Syarat & Ketentuan
Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya.
Alamat email Anda telah terdaftar
Terimakasih Anda Telah Subscribe Newsletter KATADATA
Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa saat lagi
Silahkan mengisi alamat email
Silahkan mengisi alamat email dengan benar
Masukkan kode pengaman dengan benar
Silahkan mengisi captcha
Para pedagang pun mengaku telah mencari tahu penyebab sulitnya memperoleh pasokan dari pelaku usaha. Dari informasi yang ia dapat, sejumlah importir mengaku kesulitan mengirim barang karena terganjal sistem pengurusan bea cukai serta lamanya waktu pada saat uji laboratorium di bagian karantina.
Sementara itu, keluhan lain juga datang dari pedagang Pasar Induk Kemang Bogor, Suparta yang mengaku mengalami kelangkaan barang karena suplai bawang putih hingga berkurang signifikan. Menurut Suparta, terakhir kali ia mendapatkan pasokan pada Januari 2018 sebanyak 4 kontainer yang berisikan 1.500 bal dengan jumlah 20 kilogram (kg) per bal.
Sebanyak 30 ribu kg atau 30 ton bawang putih memang biasa ia dapatkan setiap bulan. “Tapi sekarang tidak ada sama sekali,” tuturnya.
Jumlahnya yang langka menyebabkan harga bawang putih yang dijual oleh importir ke pedagang juga sangat tinggi yakni mencapai Rp 21 ribu hingga Rp 22 ribu per kg. Padahal, pada Januari, harganya masih berada di bawah Rp 20 ribu per kg. Sedangkan pedagang di Pasar Induk, menurutnya tidak bisa menjual dengan harga tinggi atau maksimal Rp 22 ribu per kg.
“Kalau harga bawang putih naik, Satgas Pangan akan turun ke lapangan, pedagang lagi yang jadi sasaran,” katanya.
Alhasil, dari kondisi tersebut Suparta mengaku omzetnya anjlok hingga 40%.
Menanggapi keluhan pedagang pasar, Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P Sudin menyatakan akan memanggil sejumlah importir dan menteri terkait untuk mengadakan rapat gabungan guna mendapatkan solusi dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bawang putih.
“Kalau tidak mempan, kami akan buat Panitia Kerja sekalian, kasihan para pedagang,” tutur Sudin.
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menunjukan harga rata-rata bawang putih ukuran sedang pada 10 April 2018 mencapai Rp 35.050 per kilogram (kg). Sedangkan harga bawang putih di Jakarta terpantau sebesar Rp 50 ribu per kg bahkan sempat mencapai Rp 61.250 per kg pada 4 April 2018.
(Baca : Kementan Terbitkan Rekomendasi Impor 400 Ribu Ton Bawang Putih)
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia, Piko Nyoto Setiadi menjelaskan pihaknya menjamin ketersediaan pasokan. Namun ia tak sepaham dengan beredarnya informasi terkait langkanya pasokan bawang putih yang menyebabkan harganya tinggi di pasaran. “Pasokannya aman dan ada indikasi harga bawang putih akan turun,” kata Piko.
Dia mengaku pihaknya sudah berhubungan dengan Kementerian Perdagangan. Sehingga, langkah untuk stabilisasi harga bawang putih bakal segera dilakukan, meski untuk skema dan cara menstabilkan harga mesti menunggu upaya dari pemerintah.
Upaya stabilisasi harga bawang putih sebelumnya telah dilakukan Kementerian Perdagangan dengan menerbitkan Surat Perizinan Impor (SPI) sebanyak 196 ribu ton untuk 13 perusahaan. Namun, data yang di dapat Katadata dari pedagang menunjukan, ke-13 perusahaan pemegang SPI hanya mendapat jatah kuota impor sebanyak 125.984 ton bawang putih.
Dengan rincian yakni PT Anugerah Makmur Sentosa mendapat 609 ton bawang putih, Bumi Citra Bersama 4.785 ton, Exindokarsa Agung 4.800 ton, Fermase Inti Mulia 3.990 ton, Haniori 2.900 ton, Maju Jaya Niagatama 2.900 ton, Maju Makmur Jaya Kurnia 17.000 ton, Pertani 30.000 ton, Revi Makmur Sentosa 23.000 ton, Setia Maju Sejahtera Abadi 5.000 ton, Sumber Alam Jaya Perkasa 16.000 ton, dan Tunas Sumber Rejeki 5.000 ton.
Dari data tersebut, diketahui realisasi impor 13 perusahaan hingga 28 Maret 2018 juga masih sangat kecil, yakni 19.894 ton atau hanya sekitar 15,8% dari total kuota yang didapat perusahaan.
Sementara Direktur Utama PT Pertani (Persero) Wahyu mengkonfimasi bahwa SPI bawang putih yang didapatkan perusahaan sebanyak 30 ribu ton. “Angka realisasinya saya lupa,” kata Wahyu.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan pun tidak merespons saat dikonfirmasi tentang data realisasi impor dari pedagang. Padahal, akhir bulan lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membenarkan realisasi impor kurang optimal, sehingga harga bawang putih dalam negeri melonjak.
Enggar mengklaim bahwa proses pemberian izin impor sudah dilakukan sangat selektif.
“Importir akan kami undang dan dimintai laporannya mengenai stok gudang,” katanya, 23 Maret 2018 lalu.
Sedangkan selang sepekan kemudian atau pada 30 Maret 2018, Enggar dalam pernyataannya ia menjanjikan bakal ada 400 kontainer bawang putih impor siap masuk pasar. Masuknya bawang putih diharapkan mampu menstabilkan harga bawang hingga berada di bawah Rp 25 ribu per kilogram.
“Sekarang sedang proses pengiriman dan pemasukkan, minggu depan akan masuk dalam jumlah banyak,” ujar Enggar.
(Baca juga : Stabilisasi Harga, 400 Kontainer Bawang Putih Impor Siap Masuk Pasar)
Baca Lagi Dah https://katadata.co.id/berita/2018/04/10/pedagang-keluhkan-kelangkaan-pasokan-bawang-putih-di-pasarBagikan Berita Ini
0 Response to "Pedagang Keluhkan Kelangkaan Pasokan Bawang Putih di Pasar"
Post a Comment