KOMPAS.com - "Never in my wildest twenties dream that this passionate project would take me this far..."
Begitu bunyi penggalan kalimat itu ditulis oleh Ahmad Hadiwijaya di salah satu unggahannya di akun Instagram @oldblueco.
Ahmad Hadiwijaya tak lain adalah pendiri Oldblue Co., sebuah perusahaan garmen yang dirintisnya sejak dia masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Di tahun 2010, usia pemuda kurus jangkung ini masih 20-an tahun. Namun, kecintaannya pada produk denim, dan minimnya produk dry denim berkualitas di Indonesia, mendorongnya untuk "berkreasi".
"Waktu itu saya impor bahan dari luar, lalu mencoba bikin produk salvage denim, yang beneran bagus lah," kata lelaki yang biasa disapa Yaya ini.
Baca juga: Kisah Sukses Paradise, Kaus Pride Indonesia yang Tembus Pasar Dunia
"Pertama kali jadi, saya bikin gak banyak cuman 12-an ya, tahun itu saya jual dengan harga Rp 970 ribu... tahun itu loh ya," sambung dia.
Harga Rp 970 ribu di tahun 2010 bagi kebanyakan orang di Indonesia sulit untuk tidak disebut mahal, apalagi "hanya" kreasi sambilan seorang mahasiswa.
"Tapi waktu itu laku terjual juga, waktu itu masih jamannya forum, dan kebetulan memang ada komunitas pencinta raw denim," ungkap dia.
Passion yang dia tumpahkan pada kreasi denim yang terinspirasi dari pakaian vintage pekerja Amerika era 1800-1950 tersebut terus berlanjut sejak saat itu.
"Saya lulus kuliah, IPK-nya juga tiga lebih kok, bagus-lah. Tapi ijazah saya akhirnya enggak pernah saya pake," ucapnya.
"Ya pernah sih coba-coba ngelamar kerja pas baru lulus. Tapi begitu ada panggilan wawancara, kan rambut saya gondrong, mereka lebih banyak menilai dari penampilan luar aja."
"Jadi ya saya pikir, kenapa enggak ngelanjutin apa yang ada ini aja," sebut Yaya.
Agenda Show 2018
Oldblue Co.adalah salah satu dari lima "pelamar" yang mampu menyisihkan 121 peserta seleksi untuk berangkat ke ajang Agenda Show 2018, di Long Beach, California, Amerika Serikat.
Proses seleksi itu digelar oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang mengusung harapan untuk mengibarkan nama Indonesia melalui merek-merek streetwear-nya ke pasar dunia.
Baca juga: Bekraf Bawa 5 Brand Lokal ke AS, demi Tunjukkan Eksistensi Indonesia
Namun demikian, sebenarnya sebelum momen Agenda Show ini pun, produk-produk raw denim kreasi Yaya sudah masuk ke sejumlah negara di dunia.
Selain bisa diperoleh di enam lokasi penjualan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali, kreasi Yaya sudah dijual di Thailand, China, Australia, Jerman, dan Rusia.
Bahkan, di AS pun Oldblue Co sudah memiliki dua gerai rekanan yang menjual produk mereka.
"Biasanya para buyer ini mengontak dari akun media sosial, mereka liat postingan-nya, lalu pengin liat barangnya."
"Kita kirim barang ke mereka, dan mereka memastikan bahwa barang-barang yang kami buat itu bener-bener bagus, setelah itu berlanjut," tutur Yaya.
Produk Indonesia "rasa" Amerika
Demi mendapatkan kualitas atas produknya, Yaya mendatangkan material salvage berkualitas dari AS dan Jepang.
"Semua bahannya impor. Karena memang di Indonesia sini belum ada yang mampu membuat bahan seperti yang kami mau."
"Memang sudah ada yang mendekati, dan sekarang dalam pengembangan," kata dia.
Detail, presisi, dan ketepatan dalam setiap celana yang dijahit menjadi hal utama bagi Yaya.
Tak hanya bahan, demi kualitas sejumlah bagian pada celana itu pun dipesan dan didatangkan daru luar negeri.
"Misalnya button ini kita pesen langsung dari Scovill USA, atau ada juga dari YKK Jepang. Tag belakang yang pakai meterial kulit, kita impor juga dari AS, ini kulit kuda, stamp-nya kita buat di sini."
Kendati demikian, biaya terbesar dari produksi celana ini tetap ada pada pilihan bahan. "Kira-kira 70 persen cost produksinya masih dari bahan dry denim-nya," ungkap dia.
Tak heran jika kini harga jual sehelai salvage jeans produksi OldBlue Co berada direntang Rp 1,8-2,3 juta untuk pasar lokal.
Kaku dan berat
Dari sekian banyak produk OldBlue Co, produk "the Beast" yang dikembangkan sejak tahun 2011 menjadi signature product yang laris hingga saat ini.
Celana ini mengunakan bahan raw denim 23,7 oz asal Jepang. Dapat dibayangkan, betapa kaku dan beratnya celana itu. Hampir dua kilogram.
Jins ini menjadi salah satu yang menarik perhatian saat pengunjung melintas di gerai OldBlue Co di ajang Agenda Show 2018.
Pasalnya, celana itu bisa dipajang dalam posisi berdiri, tanpa sokongan alat bantu.
"Ini pertama pasti kaku, tapi lama-lama dia akan mengikuti bentuk kaki, mengikuti model aktivitas dari yang memakainya," kata Yaya.
"Jadi untuk ukuran jins kebanyak yang ada di Indonesia kami mungkin terasa mahal, tapi bagi mereka yang tahu justru harga kami murah," sebut dia.
Yaya menggambarkan sebuah salvage jeans impor yang kualitasnya setara dengan celana bikinannya dijual dengan harga termurah di kisaran Rp 4 juta.
"Jadi buyer di luar negeri pun seneng dengan produk ini, karena harga berbanding dengan kualitasnya."
Ya, siapa menyangka kecintaan Yaya pada produk denim yang dirintis sejak kuliah hampir 10 tahun lalu membawanya dalam pencapaiannya sekarang.
"Enggak, saya enggak pernah menyangka bisa seperti sekarang, sama sekali enggak," cetusnya.
Dalam sebuah tulisan di IG-nya, Yaya menyebut, hidup tak bisa diduga. Melakukan apa yang dicintai dengan sepenuh hati, dan selalu bekerja keras adalah kunci untuk menjalaninya.
"Terdengar klise, tapi itulah yang terjadi dalam kehidupan..." tuturnya.
Baca Lagi Dah https://lifestyle.kompas.com/read/2018/06/29/171255020/bermodal-passion-yaya-bawa-jins-lokal-oldblue-co-ke-pasar-dunia
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bermodal "Passion", Yaya Bawa Jins Lokal OldBlue Co ke Pasar ..."
Post a Comment