BANDUNG, KOMPAS.com - Kopi asal Pangalengan Bandung Jawa Barat belakangan ini mulai dikenal luas pasar, di samping komoditas teh serta susu sapi.
Di bawah brand Java Preanger, kopi yang dihasilkan dari Pangalengan mulai merambah ke mancanegara. Jepang menjadi negara pertama yang dimasuki. Belakangan ini, pembeli dari Jerman dan Spanyol juga mulai mengorder kopi dari tempat tersebut.
Kopi asal Priangan sendiri sebenarnya telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Di mana, proses penanamannya merupakan bagian dari kebijakan Tanam Paksa. Hasil panen para petani saat itu itu diekspor ke seluruh dunia oleh Belanda dan sempat mendapat julukan “A Cup of Java”.
Salah satu wilayah Priangan yang menjadi penghasil kopi dengan kualitas tinggi adalah di daerah Gunung Tilu. Daerah ini berada di selatan kota Bandung yang memiliki kontur tanah bergunung-gunung.
Sempat meredup karena tergeser oleh komoditas lain, kopi asal Pangalengan perlahan mulai bersinar.
Naiknya pamor kopi asal wilayah ini tidak lepas dari peran Mochamad Aleh Setiapermana, yang mulai mengembangkan perkebunan kopi di wilayah ini sejak 1998.
Saat itu dia melihat bahwa komoditas ini memiliki masa depan yang cukup baik. Jauh menjanjikan ketimbang bertani sayuran, yang harganya sering anjlok karena permainan tengkulak. Sehingga merugikan para petani.
Meski melihat prospek bisnis komoditas ini jauh menjanjikan, namun perjalanan Aleh mengangkat kopi Pangalengan tak mudah. Banyak yang menertawakannya saat dia mulai menanam kopi. Ancaman juga kerap dia dapatkan. Utamanya dari mereka yang bisnisnya terancam jika petani sayuran berpindah menjadi petani kopi.
Namun dia bergeming. Aleh terus menanam kopi. Hingga lambat laun usahanya mulai menunjukkan hasil.
Datangnya pembeli asal Jepang menjadi penyemangat dia untuk semakin mengembangkan kopi di Pangalengan. Pembeli lokal juga tak mau kalah. Hingga dia kewalahan menerima permintaan kopi dari pasar.
Kesuksesan Aleh menanam kopi, mendorong petani lain mengikuti langkahnya. Lahan kopi di Pangalengan yang awalnya hanya seluas 4,5 hektare, terus bertambah. Terakhir, ada 250 hektare lahan yang telah ditanami komoditas ini. Di luar itu, masih ada 200 hektare lahan yang siap ditanami kopi.
Petani mulai merasakan perbaikan pendapatan. Pembeli semakin banyak yang datang. Aleh yang awalnya ditertawakan, akhirnya dipercaya menjadi ketua petani kopi yang bernaung di bawah Koperasi Produsen Kopi Margamulya.
Hingga saat ini total produksi kopi yang dihasilkan oleh para petani di bawah Koperasi Margamulya mencapai 100 juta ton setiap kali panen. Dari jumlah itu, 70 persen telah dikontrak oleh Mitsubishi Corp. Sedangkan sisanya disiapkan oleh untuk pembeli lokal.
"Untuk pembeli dari Jerman dan Spanyol, kopi yang dikirimkan masih belum banyak. Tapi ke depannya akan meningkat," uajrnya kepada jurnalis, Sabtu (15/9/2018).
Beri Pelatihan
Tidak hanya menanam dan memproduksi kopi. Aleh memberikan banyak pelatihan mengolah kopi dari awal penamanan hingga disajikan di cangkir.
Pelatihan tersebut terfasilitasi oleh lokasi Café Coffee House Gunung Tilu yang ada di depan kebun kopi sehingga dapat dicapai dengan berjalan kaki oleh pengunjung.
Untuk pengolahan biji kopi hingga pengemasan menjadi paket-paket kopi siap jual, Aleh menyerahkannya kepada Koperasi Margamulya.
Keberhasilan Aleh mengangkat kopi Pangalengan ini tidak lepas dari faktor tren di Indonesia di mana utamanya anak-anak milenial, yang tengah senang nongkrong di café-café .
Kecenderungan ‘ngopi’ ini telah meningkatkan demand produksi kopi dan turunannya. Ini berdampak positif bagi pengusaha petani dan pengusaha kopi seperti Aleh serta petani lain di bawah Koperasi Margamulya.
Kredit Lunak dari BNI
Semakin berkembangnya bisnis kopi milik Aleh mendorong BNI untuk turut serta menyalurkan kreditnya. Kredit yang diberikan BNI merupakan fasilitas pinjaman lunak, yakni dengan bunga sebesar 6 persen.
Corporate Secretary BNI Kiryanto menuturkan bahwa fasilitas kredit lunak tersebut adalah Kredit Program Kemitraan. Untuk bisa mendapatkan fasilitas ini, pelaku usaha harus telah memiliki pengalaman usaha lebih dari 6 bulan, tidak memiliki fasilitas kredit produktif dari bank lain.
"Pak Aleh sudah bisa mendapatkan kredit dari BNI dengan bunga yang hanya sebesar 6 persen untuk kredit senilai Rp 30 juta," ujar Corporate Secretary BNI, Kiryanto.
Sudah hampir dua tahun berlalu sejak akad kredit, kolektabilitas atau kualitas kredit Aleh di BNI tetap lancar. Kolektabilitas lancar merupakan salah satu tanda dari kesuksesan usaha yang dijalankan debitur dengan menggunakan dana yang disalurkan oleh bank dalam bentuk kredit.
Bagi BNI, Aleh bukan sekadar debitur, namun juga sebuah kebanggaan karena dapat mengantarkan dia mulai dari petani kopi menjadi pengusaha kopi.
Baca Lagi Dah https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/16/173248726/aleh-mengangkat-pamor-kopi-gunung-tilu-ke-pasar-internasional
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Aleh Mengangkat Pamor Kopi Gunung Tilu ke Pasar Internasional"
Post a Comment