Search

Terbesar! Inflow Asing November Rp 33 T di Pasar Obligasi Market 6 menit yang lalu - CNBC Indonesia

 

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan investor asing menggenggam Rp 897,89 triliun SBN, atau 37,69% dari total beredar Rp 2.382 triliun berdasarkan data per 27 November.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 33,57 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama. 


Inflow asing di pasar obligasi tersebut masih menjadi yang terbaik sejak Januari 2018, di mana inflow asing mencapai Rp 33,62 triliun pada bulan tersebut, menjadi Rp 869,77 triliun dibanding posisi bulan sebelumnya Rp 836,15 triliun.  

Inflow asing tersebut menggenapkan inflow asing sejak awal tahun (year to date/YTD) Rp 61,74 triliun. 

Meskipun demikian, inflow asing YTD 2018 hingga menjelang akhir November tersebut masih jauh dibandingkan dengan posisi YTD 2017 hingga November Rp 164 triliun.

DNDF Angkat Psikologis Pasar

Sutan Alamsaputra, Head of ALM & Research, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) Indonesia menilai sebagian besar dana panas investor asing sudah masuk ke pasar saham dan obligasi domestik. 

Masuknya investor asing tersebut, tuturnya, didorong optimisme investor asing atas alat lindung nilai (hedging tool) yang baru dirilis yaitu non-deliverable forward (NDF) domestik (DNDF) untuk perdagangan rupiah. 

"DNDF telah meningkatkan psikologi pasar atas kenyamanan [meskipun transaksinya masih sepi] karena sudah ada opsi untuk hedging, sehingga minat investor asing meningkat." 

Peningkatan minat investor asing ke pasar SBN, lanjutnya, adalah kepemilikan asing yang mencapai level tertinggi. 

Data DJPPR juga memperlihatkan nilai obligasi pemerintah yang dimiliki investor asing sudah mencapai titik tertinggi sepanjang masa yaitu Rp 898,63 triliun pada 26 November meskipun turun tipis menjadi Rp 897,89 triliun pada 27 November.  

Level nilai tertinggi tercapai itu karena memang jumlah SBN beredar juga sudah bertambah menjadi Rp 2.382 triliun dari posisi akhir tahun lalu Rp 2.099 triliun. 

Meskipun nilainya meningkat jauh, persentase kepemilikan asing pada SBN mencapai 37,72% pada 26 November, menyamai posisi 3 September. Porsi yang sudah mulai bertambah itu masih jauh dari persentase tertinggi yang pernah ada yaitu 41,48% yang terjadi pada 29 Januari 2018. 

Dalam risetnya pada 25 November berjudul 2019 Global Strategy Outlook: The Turning Point, broker global Morgan Stanley menilai pengenalan DNDF telah menunjukkan pemerintah dan bank sentral sudah proaktif menurunkan kerentanan makroekonomi Indonesia.  

"Pengenalan DNDF seharusnya mampu menurunkan beban lindung nilai untuk investor asing dan mendorong lebih banyaknya arus modal investor asing ke pasar SBN. Suku bunga riil yang tinggi juga membuat SBN semakin atraktif." 

Selain itu, usaha tersebut sudah diperlihatkan dengan cara memangkas defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) dan menaikkan suku bunga acuan 7DRRR.  

Dalam riset Morgan Stanley itu juga disinggung risiko terhadap SBN rupiah adalah aksi jual valas global yang dapat lebih menekan rupiah dan menyebabkan outflow asing.  

Minyak, Inflasi, dan BI Kompak Dukung Harga SUN

Lebih lanjut, Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memprediksi inflow asing masih akan berlanjut hingga akhir 2018, bahkan hingga kuartal I-2019 karena beberapa faktor. 

Faktor pertama adalah harga minyak dunia yang akan membuat positif neraca perdagangan dan penurunan inflasi November, dan faktor kedua adalah yield riil Indonesia 5,38% yang lebih menarik dibanding negara berkembang serupa seperti India yang hanya 4,54%. 

Yield riil dihitung berdasarkan selisih inflasi dan yield obligasi tenor 10 tahun.  

"Faktor ketiga adalah kebijakan moneter Bank Indonesia yang berusaha ahead the curve terutama terhadap The Fed Fund Rate (FFR) yang akan mendorong capital inflow, sehingga ada kemungkinan akan menaikkan kembali suku bunga 7DRRR menjadi 6,25% pada Desember." 

Dengan penaikan suku bunga acuan tersebut, lanjutnya, maka selisih suku bunga Indonesia terhadap suku bunga FFR masih terlihat menarik di mata investor global.  

Pelemahan Rupiah Tekan Harga Obligasi

Sore ini, harga obligasi rupiah pemerintah melemah pada penutupan perdagangan karena tekanan pada rupiah. 

Koreksi hari ini turut menghentikan reli harga yang terjadi hampir sebulan penuh, yaitu sejak 26 Oktober 2018. 

Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di mayoritas pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.  

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).  

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. SUN adalah SBN konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. 

Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Keempat seri SUN yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. 

Seri acuan yang paling melemah adalah seri FR0065 bertenor 15 tahun yang mengalami penurunan yield 5 basis poin (bps) menjadi 8,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Acuan 27 Nov 2018
Seri Benchmark Yield 27 Nov 2018 (%) Yield 28 Nov 2018 (%) Selisih (basis poin) Yield wajar IBPA 28 Nov'18
FR0063 5 tahun 7.851 7.895 4.40 7.7924
FR0064 10 tahun 7.884 7.901 1.70 7.868
FR0065 15 tahun 8.127 8.181 5.40 8.1399
FR0075 20 tahun 8.265 8.306 4.10 8.2634
Avg movement 3.90
Sumber: Refinitiv 

Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.  

Indeks tersebut turun 0,27 poin (0,12%) menjadi 235,33 dari posisi kemarin 235,6. Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 486 bps, stagnan dari posisi kemarin.  

Yield US Treasury 10 tahun turun tipis menjadi 3,055% dari posisi kemarin 3,057%. 

Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.  

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,37% menjadi 5.991 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,1% menjadi Rp 14.525 di hadapan tiap dolar AS. 

Penguatan dolar AS tidak seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang justru melemah 0,04% menjadi 97,329. 

Pasar Obligasi Global Semarak

Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas mengalami penguatan yaitu di Brasil, China, India, Filipina, dan Rusia, sedangkan koreksi masih di alami Singapura, Thailand, dan Indonesia. 

Di negara berkembang, mayoritas pasar obligasi pemerintahnya menguat yaitu di Jerman, Perancis, dan Inggris, sedangkan koreksi masih terjadi di Jepang. 

Kondisi tersebut mencerminkan mayoritas investor global sama-sama masuk ke pasar obligasi baik negara maju maupun negara berkembang hari ini.

 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara Yield 27 Nov 2018 (%) Yield 28 Nov 2018 (%) Selisih (basis poin)
Brasil 10.2 10.1 -10.00
China 3.449 3.408 -4.10
Jerman 0.358 0.34 -1.80
Perancis 0.737 0.722 -1.50
Inggris 1.412 1.381 -3.10
India 7.731 7.663 -6.80
Italia 3.272 3.249 -2.30
Jepang 0.09 0.102 1.20
Malaysia 4.168 4.168 0.00
Filipina 7.168 7.076 -9.20
Rusia 8.9 8.85 -5.00
Singapura 2.403 2.404 0.10
Thailand 2.65 2.69 4.00
Turki 15.95 16.69 74.00
Amerika Serikat 3.055 3.055 0.00
Sumber: Refinitiv  

TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/irv)

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Dah https://www.cnbcindonesia.com/market/20181128193650-17-44161/terbesar-inflow-asing-november-rp-33-t-di-pasar-obligasi

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Terbesar! Inflow Asing November Rp 33 T di Pasar Obligasi Market 6 menit yang lalu - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.