Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak seiring dengan pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain yang justru terkoreksi.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Seri yang paling menguat adalah seri FR0063 yang bertenor 5 tahun.</span> Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Selain FR0063, tiga seri lain yang menjadi acuan adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah seri 5 tahun yang mengalami penurunan yield 8,4 basis poin (bps) menjadi 8,03%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Di saat yang sama, tenor 10 tahun dan 15 tahun juga menguat dengan penurunan yield 5,5 bps dan 3,2 bps menjadi 8,07% dan 8,26%. Seri 20 tahun sudah mulai terkoreksi dengan kenaikan yield 0,9 bps menjadi 8,45%.
Memburuknya prediksi keuangan AS ditunjukkan oleh sinyal resesi berkat investor global yang memburu obligasi jangka panjang AS sehingga membuat selisih (spread) yield tenor panjang dengan yang pendek hampir terbalik (inversi).
Pada perdagangan tanggal 4 Desember, terjadi inversi spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun.
Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).
Hal ini merupakan indikasi awal dari datangnya resesi di AS.</span> Lebih lanjut, konfirmasi datang-tidaknya resesi bisa berasal dari inversi atas obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun.
Pada perdagangan hari ini, spread yield antara kedua tenor tersebut adalah sebesar -46 bps.
Memang belum terjadi inversi, tapi nilainya menipis dari posisi kemarin (13/12/2018) yang sebesar -49 bps atau semakin mengarah ke inversi.</span>
Sebagai informasi, inversi pada spread yield obligasi AS tenor 3-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun terjadi pada 3 resesi terakhir yang dialami oleh AS.
Wajar jika pelaku pasar merespons pergerakan saat ini dengan melakukan aksi jual besar-besaran.</span>
Kondisi itu ditambah dengan adanya pertemuan FOMC pekan depan, yang menunjukkan ada potensi kenaikan suku bunga AS (Fed Fund Rate/FFR).
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,11 poin (0,05%) menjadi 234,01 dari posisi kemarin 234,13.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 519 bps, menyempit dari posisi kemarin 522 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,87% dari posisi kemarin 2,89%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 896,31 triliun SBN, atau 37,75% dari total beredar Rp 2.374 triliun berdasarkan data per 11 November.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 4,28 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 37,85% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,13% menjadi 6.169 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,62% menjadi Rp 14.580 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,48% menjadi 97,529.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami pasar Brasil, Filipina, Singapura, Thailand, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan dialami pasar bund Jerman, OATs Perancis, gilts Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury.
Kondisi tersebut mengindikasikan pasar obligasi negara maju sedang diburu mengingat statusnya sebagai instrumen yang lebih aman dibandingkan denga ekuitas, di tengah perhatian investor global terhadap kondisi perekonomian AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 12 Dec 2018 (%) | Yield 13 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 10.04 | 9.83 | -21.00 |
China | 3.34 | 3.369 | 2.90 |
Jerman | 0.282 | 0.256 | -2.60 |
Perancis | 0.728 | 0.703 | -2.50 |
Inggris | 1.293 | 1.273 | -2.00 |
India | 7.411 | 7.449 | 3.80 |
Italia | 2.967 | 2.943 | -2.40 |
Jepang | 0.055 | 0.036 | -1.90 |
Malaysia | 4.099 | 4.099 | 0.00 |
Filipina | 7.204 | 7.13 | -7.40 |
Rusia | 8.68 | 8.69 | 1.00 |
Singapura | 2.298 | 2.227 | -7.10 |
Thailand | 2.645 | 2.62 | -2.50 |
Turki | 17.49 | 17.49 | 0.00 |
Amerika Serikat | 2.911 | 2.879 | -3.20 |
Afrika Selatan | 9.16 | 9.205 | 4.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/hps)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Market Ekonomi AS Meragukan, Pasar SUN Bertahan Positif 14 December 2018 18:05 WIB - CNBC Indonesia"
Post a Comment