Penguatan yang dicatatkan beberapa bursa di hari perdagangan terakhir mereka tak mampu menghapus kinerja negatif yang dibukukan sepanjang tahun.
Wall Street di Amerika Serikat (AS) mampu menguat di perdagangan tutup tahunnya, Senin (31/12/2018). Dow Jones ditutup melompat 1,15%, S&P 500 menguat 0,85%, dan Nasdaq bertambah 0,77%.
Namun, ketiga indeks acuan itu telanjur babak belur oleh brutalnya aksi jual sebulan terakhir.
Sepanjang kuartal terakhir, S&P 500 dan Nasdaq Composite anjlok masing-masing 13,97% dan 17,5% serta menjadi kinerja kuartalan terburuk mereka sejak kuartal keempat 2008. Dow Jones Industrial Average turun hampir 12%,terburuk sejak kuartal pertama 2009.
Sebagian besar kerugian tersebut terjadi di bulan Desember yang brutal. Seluruh indeks turun setidaknya 8,7% di bulan tersebut sementara Dow Jones dan S&P 500 mengalami Desember terburuk sejak masa Great Depression di 1931.
Foto: New York Stock Exchange (NYSE) ( REUTERS/Brendan McDermid)
|
Dengan demikian, S&P 500 dan Dow Jones anjlok masing-masing 6,2% dan 5,6% sepanjang tahun lalu. Kedua indeks tersebut membukukan kerugian tahunan terbesar sejak 2008 saat keduanya terjun bebas masing-masing 38,5% dan 33,8%, CNBC International melaporkan dan dilansir Selasa (1/1/2019).
Nasdaq Composite kehilangan 3,9% sepanjang 2018 dan juga menjadi kinerja terburuknya sejak 2008 saat amblas 40%.
Di Eropa, indeks FTSE 100 London kehilangan lebih dari 12% sepanjang tahun lalu dan mencatatkan kinerja terburuk sejak krisis keuangan 2008. Indeks DAX di Frankfurt jatuh lebih dari 18% di 2018 sementara indeks Eropa Stoxx 600 terpukul 13% di periode yang sama.
Bursa China pun tak luput dari kemalangan.
Shanghai Composite, indeks acuan untuk China daratan, mengakhiri tahun perdagangan 2018 di 2,493.90 atau sekitar 24,6% lebih rendah dari penutupan akhir 2017. Ini menempatkan kinerja Shanghai Composite di posisi terburuk sejak 2008, tahun krisis keuangan global, ketika merosot lebih dari 65%.
Kerugian dramatis itu juga terjadi di wilayah lain di China, di mana Shenzhen Composite anjlok sekitar 33,25% dibandingkan dengan penutupan di 2017.
Indeks Hang Seng di Hong Kong mencatat penurunan meski masih lebih baik dibandingkan indeks China daratan, yaitu 13,61% untuk 2018.
Dari Jepang, indeks acuan Nikkei 225 kehilangan 12,1% dibandingkan tahun sebelumnya sementara indeks Topix turun 17,8% pada 2018 menjadi 1.494,09. Ini adalah kali pertama bursa Tokyo merugi dalam enam tahun terakhir.
Tarik ulur perang dagang antara AS dan China menjadi biang kerok anjloknya bursa-bursa global. Belakangan, kekhawatiran akan melambatnya perekonomian global serta kenaikan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve yang terlalu cepat ikut menjadi awan hitam bagi pasar saham.
Foto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella
|
Di dalam negeri, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 2018 menjadi yang terburuk dalam tiga tahun terakhir setelah minus 2,54% dalam setahun.
Padahal, tahun 2017 dan 2016 IHSG masih memberikan return 19,99% dan 15,32%.
Penurunan indeks selama setahun tak bisa dilepaskan dari sejumlah katalis negatif baik dari dalam negeri, seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5%, depresiasi nilai tukar rupiah, defisit neraca perdagangan, hingga sentimen luar negeri, seperti perang dagang dan kenaikan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral AS.
Sejak Januari-Desember 2018, selain mencatatkan kinerja negatif, sejumlah sentimen dalam negeri dan luar negeri mendorong investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp45,65 triliun di pasar regular, menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia. (prm)
Baca Lagi Dah https://www.cnbcindonesia.com/market/20190101092427-17-48583/dari-as-sampai-ri-pasar-saham-ramai-ramai-rontok-di-2018Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dari AS sampai RI, Pasar Saham Ramai-ramai Rontok di 2018 - CNBC Indonesia"
Post a Comment