JAKARTA – Pasar obligasi dalam negeri diharapkan dapat menguat. Hal ini dipicu oleh pergerakan imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) yang mengalami penurunan seiring dengan respons atas dampak perlambatan ekonomi global dengan adanya perang dagang antara AS dan Tiongkok.
“Kondisi tersebut diharapkan dapat memberikan sentimen positif pada pergerakan pasar obligasi dalam negeri,” kata Analis CSA Research Instutue, Reza Priyambada, Minggu (16/12).
Di sisi lain, pelaku pasar juga menantikan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 18–19 Desember nanti, sehingga cenderung menahan diri untuk melihat langkah The Fed untuk naik tidaknya suku bunganya.
“Diharapkan sentimen dari dalam negeri masih ada yang lebih positif sehingga mampu mengurangi potensi pelemahan. Tetap cermati dan waspadai terhadap sentimen yang dapat membawa pasar obligasi melemah kembali,” ungkap Reza.
Berbalik menguatnya laju dollar AS seiring dengan imbas pelemahan pada sejumlah mata uang lainnya, setelah merespon sejumlah data ekonomi global yang mengindikasikan perlambatan memberikan sentimen negatif tidak hanya pada rupiah namun, juga pada pasar obligasi yang berbalik melemah.
Adapun untuk pergerakan masing- masing tenor ialah untuk tenor pendek (1–4 tahun) imbal hasilnya rata-rata naik 1,45 bps; tenor menengah (5–7 tahun) naik 0,22 bps; dan panjang (8–30 tahun) naik 0,48 bps.
Menurut Reza, laju pasar obligasi cenderung bergerak turun. Pada FR0063 yang memiliki waktu jatuh tempo ±5 tahun dengan harga 91,23 persen memiliki imbal hasil 9,02 persen atau naik 0,08 bps dari sebelumnya di harga 91,45 persen memiliki imbal hasil 7,95 persen.
Untuk FR0075 yang memiliki waktu jatuh tempo ±20 tahun dengan harga 91,36 persen memiliki imbal hasil 8,41 persen atau naik 0,10 bps dari sehari sebelumnya di harga 91,85 persen memiliki imbal hasil 8,35 persen.
Adapun rata-rata harga obligasi pemerintah yang tecermin pada INDOBeX Government Clean Price turun 0,07 bps di level 107,03 dari sebelumnya di level 107,11.
Adapun rata-rata harga obligasi korporasi yang tercermin pada INDOBeX Corporate Clean Price turun 0,03 bps di level 104,46 dari sebelumnya di level 104,49.
Sementara itu, pergerakan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun berada di level 8,081 persen dari sebelumnya di level 8,09 persen dan US Govn’t bond 10 tahun di level 2,904 persen dari sebelumnya di level 2,91 persen, sehingga spread di level kisaran 517,7 bps lebih rendah dari sebelumnya 518,5 bps.
SUN Naik
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra, sebelumnya memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih berpeluang untuk mengalami kenaikan di tengah katalis positif dari optimisme pelaku pasar terhadap isu perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat.
Hanya saja pelaku pasar perlu mewaspadai potensi penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang regional, termasuk mata uang rupiah jelang pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika (FOMC Meeting), serta akan berakhirnya stimulus moneter dari Bank Sentral Eropa pada bulan Desember 2018.
Hanya saja, secara teknikal, harga SUN yang masih bergerak pada tren penurunan akan membatasi potensi kenaikan harga SUN. Volume perdagangan masih akan terbatas di tengah pelaku pasar yang masih akan mencermati hasil dari FOMC Meeting yang akan diikuti oleh agenda Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada pekan depan.
“Di tengah potensi kenaikan harga, maka kami menyarankan pelaku pasar untuk melakukan strategi trading jangka pendek memanfaatkan momentum kenaikan harga di pasar sekunder,” pungkasnya. yni/AR-2
Baca Lagi Dah http://www.koran-jakarta.com/sentimen-positif-topang-penguatan-pasar-obligasi/Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sentimen Positif Topang Penguatan Pasar Obligasi - Koran Jakarta"
Post a Comment