Kemarin, IHSG ditutup menguat 0,5% sementara rupiah melemah 0,26% terhadap greenback. Di pasar saham, IHSG boleh berbangga karena bursa lain di Asia mayoritas finis di jalur merah. Nikkei 225 melemah 0,8%. Hang Seng anjlok 1,4%, Shanghai Composite amblas 3,72%, Kospi terkoreksi 0,6%, dan Straits Times berkurang 0,88%.
Saham-saham sektor barang kosumsi mengalami kenaikan signifikan di antaranya GGRM (+4,21%) dan UNVR (+3,57%). Sepertinya konsumen mengapresiasi rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis pekan lalu.
Pada September, Bank Indonesia (BI) mencatat IKK sebesar 122,4 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6. Pencapaian ini bisa dibilang agak melegakan, karena IKK Agustus jeblok ke level terendahnya di tahun ini. Kekhawatiran bahwa konsumsi masyarakat merosot pasca lebaran kini bisa agak mereda.
Sementara rupiah bergerak searah dengan mata uang Asia yang juga tidak bisa berbicara banyak di hadapan dolar AS. Saat pasar valas Indonesia tutup, mata uang lain juga dalam posisi melemah seperti yuan China (-0,79%), won Korea Selatan (0,5%), dolar Taiwan (0,15%), ringgit Malaysia (-0,22%), dolar Singapura (-0,14%), dan baht Thailand (-0,58%).
Setidaknya ada tiga faktor yang membuat dolar AS begitu perkasa. Pertama adalah rilis data pengangguran Negeri Paman Sam periode September 2018 sebesar 3,7%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,9% dan dibandingkan konsensus Reuters sebesar 3,8%. Angka pengangguran 2,7% sekaligus menjadi yang terendah sejak 1969.
Artinya, konsumsi dan daya beli masyarakat AS akan semakin kuat karena mereka yang mencari pekerjaan semakin mudah mendapatkannya. Ancaman inflasi pun semakin nyata, yang membuat The Federal Reserve/The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat imbalan investasi di AS, utamanya di instrumen berpendapatan tetap, akan ikut terdongkrak. Akibatnya, arus modal mengarah ke dolar AS karena investor bersiap masuk ke pasar obligasi.
Faktor kedua adalah kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 basis poin. Kebijakan ini diperkirakan menambah likuiditas perbankan sebesar CNY 750 miliar dan ketika berputar di sistem perekonomian nilainya bertambah menjadi CNY 1,2 triliun. Likuiditas yuan yang membanjir membuat mata uang ini melemah dan memuluskan jalan bagi dolar AS untuk melaju.
Ketiga adalah perkembangan di Italia. Pemerintahan Italia pimpinan Perdana Menteri Giuseppe Conte merencanakan anggaran 2019 dengan defisit 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih tinggi dibandingkan target tahun ini yaitu 1,6% PDB.
Uni Eropa tidak sepakat dengan Italia. Melalui surat yang ditujukan kepada Menteri Ekonomi Italia Giovanni Tria, Komisi Uni Eropa meminta pemerintah Negeri Pizza untuk menurunkan defisit anggaran 2019 menjadi 1,4% PDB.
"Defisit anggaran yang direncanakan pemerintah Italia melanggar kesepakatan yang direkomendasikan oleh Uni Eropa. Ini bisa menjadi sumber kekhawatiran. Kami meminta otoritas untuk memastikan rencana anggaran sesuai dengan aturan fiskal yang diterima secara umum," tulis surat tersebut, seperti dikutip Reuters.
Namun Italia membangkang. Luigi Di Maio, Wakil Perdana Menteri Italia, berkeras untuk tetap menerapkan defisit 2,4% PDB karena pemerintah ingin memberikan subsidi yang lebih besar kepada rakyat miskin dan para pensiunan.
"Kami tidak akan berbalik arah, karena kami melihat rencana ini tidak mengkhawatirkan bagi pasar. Tidak ada rencana B, karena kami tidak akan mundur. Kami bisa menjelaskan kebijakan ini, tetapi kami tidak akan mundur," tegas Di Maio, mengutip Reuters.
Lagi-lagi perkembangan ini memicu perburuan dolar AS karena investor memilih mencari aman dan menghindari aset-aset berisiko. Greenback semakin punya alasan untuk terus menguat.
(aji/aji)
Baca Lagi Dah https://www.cnbcindonesia.com/market/20181009065640-17-36546/selamat-dolar-as-anda-jadi-primadona-pasarBagikan Berita Ini
0 Response to "Selamat Dolar AS, Anda Jadi Primadona Pasar"
Post a Comment